Aku tidak pernah menginginkan semuanya terjadi seperti ini. Walau
terkadang kau buatku menangis dan jengkel. Ternyata yang terjadi hanya
kepalsuan yang kau berikan padaku. Dan sekarang kau tinggalkan aku, dan
meninggalkan sejuta luka dan perih yang sangat mendalam di hatiku. Tapi,
apalah dayaku. Semuanya sudah ditakdirkan oleh Sang Maha Pencipta.
Kisah ini berawal saat aku duduk di kelas IX SMP. Mungkin masih dini aku
mengenal cinta. Tapi, inilah kenyataannya. Awalnya aku kenal dia saat
aku berada di rumah temanku. Pada waktu itu, aku dan dia hanya berteman.
Tapi, seiring berjalannya waktu, hubungan kami pun semakin akrab. Jujur
saja, aku ingin mengenalnya lebih jauh lagi.
Sudah 1 bulan hari-hari kulewati bersama Amat. Namun sepertinya aku mulai ada rasa padanya.
“entah rasa pedas, asin, pahit, atau manis. Tapi, apapun yang aku
lakukan, aku selalu mengingatnya. Oh Tuhan, apakah ini yang dinamakan
CINTA?” gumamku. Sepertinya aku mulai menyukai Amat, dan aku pun mulai
menyayanginya. Tapi, apakah Amat bisa mengerti perasaanku padanya? Ingin
rasanya aku mengungkapkan rasa ini. Namun, aku malu karena aku gengsi.
Yang bisa kulakukan hanyalah mengunggu dan selalu berdo’a. siapa tahu,
suatu saat nanti, Amat juga memiliki perasaan sama seperti yang aku
rasakan.
Malam hari, ketika aku sedang duduk santai di kamar sambil
memikirkannya, tiba-tiba ponselku berbunyi. Tanda pesan masuk, dan
ternyata itu dari Amat. Segera aku membaca pesan darinya.
Amat: “hai Sit, aku boleh nanya nggak?”
Siti: “hai juga, boleh ko, emangnya mau tanya pa?”
Amat: “tapi kamu jawab yang jujur yaah? Kamu sebenarnya udah punya cwo belom?”
Siti: “enggak salah tuh nanyanya? Aku belum punya cwo koq, emangnya ada pa yah jadi nanya gitu?”
Amat: “sama donk, kamu mau nggak jadi cwe aku?”
Siti: “nggak salah tuch kamu ngomong gitu, jangan bercanda ach Mat!”
Amat: “aku serius Sit, jujur dengan seiringnya waktu berlalu aku mulai
sayang ma suka sama kamu, apakah kamu memiliki perasaan yang sama
senganku Sit?”
Siti: “gimana yah, aku harus jawab gimana?”
Amat: “jawab jujur aja koq!”
Siti: “aku sebenarnya sudah lama sayang ma kamu Mat, tapi aku malu tuk bilang ma kamu karena aku gengsi”
Amat: “jadi, sekarang kita jadian, tanggal 18, bulan September 2011”
Senangnya aku malam ini, tak sia-sia penantianku selama ini. Waktu kian
berlalu. Aku semakin sayang sama Amat. Aku merasakan kenyamanan saat aku
berada didekatnya. Setiap malam setelah aku belajar, aku tak lupa
mengirim SMS padanya. Dan saat mau tidur pun, Amat tak lupa mengucapkan
kata “I love you Cimut” padaku. Dan aku langsung membalasnya “I Love You
too ayank, I will Love You Always”. Karena sebutan Cimut ialah
panggilan sayang dia kepadaku.
Pada bulan Januari-April 2012, dia magang di kota Martapura yang
terkenal dengan julukan Kota Intannya. Aku tak pernah curiga dengannya,
meski kini aku tak pernah berjumpa dengannya, karena jaraknya jauh.
Namun siapa yang tahu? Diam-diam ternyata dia di sana mulai menyukai
seorang cewek yang memang dari dulu dia suka. Pada malam rabu 28 Maret
2012, poselku berbunyi. Ternyata dari Amat. Langsung kubaca pesannya.
Amat: “Cimut, age pa nih, Cimut udc maem pa blom? Tapi Cimut jangan lupa shalat ya Cimut?”
Siti: “Cimut abiz shalat isya koq ayank, Cimut dc maem koq, iy Cimut ga lupa Skalat koq ayank, ayank ge pa?”
Amat: “ayank ge bingung Cimut, enggak tau kenapa ayank jadi bingung,
tapi yang jelas Cimut jangan marah ya kalo ayank mau jujur ma Cimut?”
Siti: “ya Cimut berusaha nggak marah walau kata-kata yg ayank buat Cimut nangis, ayank mau jujur tentang pa?”
Amat: “sebenarnya Cimut, ayank disini mulai suka ma cwe lain. Ayank juga
bingung kenapa rasa seperti ini harus ada, sedangkan ayank sudah punya
cwe yg selalu buat ayank tersenyum, Cimut bolehkan ayank punya pacar
selain Cimut?”
Siti: “apa ayank?! Apakah Cimut disini kurang perhatian jadi ayank bisa suka ma cwe laen?”
Aku berhenti mengetik keypad ponselku. Dengan perlahan-lahan kumenghela
nafas panjang dan air mataku mulai membasahi pipiku. Aku pun
melanjutkannya lagi.
“ayank, jika ayank ingin punya kekasih lain selain Cimut, boleh saja.
Asalkan kita putus sekarang juga. Karena aku tak ingin seseorang yank ku
sayangi mencintai orang lain. Sedangkan aku di sini selalu menunggunya
tuk kembali!”
Amat: “maafkan ayank Cimut, ayank enggak bisa mutusin Cimut karena ayank
bener-bener sayang sama Cimut. Tapi disisi lain, ayank pun ingin cwe
itu jadi milik ayank Cimut.”
Siti: “sudahlah ayank, jika ayank menginginkan dia, oke dengan berat
hati Cimut harus pergi meski sulit melupakan seseorang yang kita
sayang.”
Amat: “ayank enggak rela liat Cimut dengan orang lain”
Siti: “ayank, meski berat tapi aku nggak ada pilihan lain, makasih semuanya ayank”
Kini, aku terpuruk lemah oleh kenyataan yang kini seakan menyakitiku.
Aku tak mengaktifkan ponselku selama satu minggu karena aku ingin
melupakannya. Hari-hari berlalu. Aku tak tahu apa yang sedang
kupikirkan. Tak beberapa lama, pintu rumahku ada yang mengetuk. Namun,
sepertinya kusangat mengenal suara itu.
“Assalamu’alaikum. Siti? Siti?” kata Amat sedikit nyaring di balik pintu.
Aku pun membukakan pintu. “wa’alaikumussalam. Eh, kamu Mat. Ada apa ya
datang kesini? Ada keperluan apa ya?” aku sangat bingung kenapa dia
datang kemari.
“enggak. Enggak ada apa-apa kok. cuman pengen maen ke rumah kamu aja. Boleh aku masuk rumahmu, Sit?” tanya Amat.
Aku pun mempersilakan dia masuk. “boleh kok. silakan masuk, Mat.”
“Sit, kedatanganku kesini enggak sekedar maen doang kok. ada maksud
lain. Aku ingin mengulangi masa-masa bahagiaku saat bersamamu, Sit.
Jujur, aku sulit melupakanmu.” Ujar Amat.
“aku enggak salah denger nih? Bukannya dulu alasan kamu mau ngajak putus
karena ada cewek yang kamu suka. Kenapa sekarang ngomong ingin balikan
lagi? Jangan bercanda ah, Mat!” ucapku.
“iya, aku minta maaf. Rasanya berbeda dekarang, Sit. Apa kamu mau balikan lagi sama aku?” jelas Amat.
“aduh, gimana ya, Mat? Bukannya aku nggak mau, karena saat kamu bilang begitu, sangat-sangat sakit rasanya, Mat”
“yah, nggak papa kok, Sit. Kalo kamu nggak mau, aku paham kok rasanya.
Eh, kayaknya aku harus pulang nih, karena besok aku masih magang.” Jelas
Amat lagi.
“yah, nggak papa kok, makasih sudah mau maen ke rumah aku. Hati-hati di jalan ya?” kataku.
Aku bingung harus jawab apa. Meski aku masih sayang, tapi dia seenaknya
bilang begitu padaku.ya, aku berfikir apa salahnya jika memberi harapan
yang kedua kalinya. Malamnya, aku langsung SMS dia.
Siti: “malem, maaf neh ganggu waktu kamu bilang soal yang tadi sore, pa kamu serius bilang gitu?”
Amat: “iya. Aku serius koq. Kenapa salahkan aku ngomong gitu?”
Siti: “enggak koq. Ya, gimana ya, aku bingung. Apa aku harus beri
kesempatan kamu lagi? Tapi rasa ini nggak bisa bohong, aku masih sayang
kamu. Apa salahnya jika mengulang semuanya dari awal lagi.”
Amat: “makasih ya kesempatannya. Aku berusaha tuk SETIA ma Cimut dech.
Dach larut malam, waktunya Cimut bobo yah? Besok kan Cimut harus school”
Siti: “oke dech ayank”
Malam itu rasanya kebahagiaan yang lama hilang kini kembali lagi. Tapi,
aku berharap aku takkan kehilangannya. Namun, apakah ini hanya sekedar
sandiwara cinta belaka padaku? Setahun berlalu bersamanya. Saat aku
masuk ke sekolah SMA, awalnya belum terasa perubahan darinya. Hingga
kusadari dia berubah. Dan 1 bulan 2 hari setelah ulang tahunku kemarin
2013, dirinya tidak ada kabar. Entah kemana dia. Aku benar-benar risau,
hingga ku tak bisa memejamkan mata ini, karena kutakut kehilangannya
lagi. Hingga kenyataan yang harus menjawab risauku. Malam yang dingin
seakan menampakkan perasaan hatiku yang mulai pudar, rasa sayang karena
dia hilang tanpa kabar. Hingga suatu hari bunyi ponselku ternyata ada
number baru yang memanggil. Aku bingung akhirnya aku angkat, dan
terdengar suara dirinya.
“sayangku yang tercinta, maafkanlah aku sudah lama tak memberimu kabar.
Sepertinya hubungan kita harus putus. Cukup sampe disini kisah kita.
Kuharap, kau bahagia dengan lain.” Belum kumenjawab, ternyata sudah
terputus.
Saat kumendengar kata-katanya bagiku seperti pisau yang sudah menyayat
hatiku. Oh Tuhan, sebesar inikah dosaku hingga orang yang kusayang haru
pergi lagi? Kini hanya tinggal kenangan manis saat bersamamu.
Malam ini begitu kelam. Terlalu pekat seperti hatiku yang sedang kelabu.
Kesedihan yang tak kunjung usai selalu menyelimuti. Teringat akan
kenangan yang dulu pernah buatku bahagia. Tapi kini semua tinggal
kenangan. Tak ada lagi canda tawa. Sekarang ku hanya sendiri melewati
hari-hari tanpamu. Terbiasa bersama untuk melewati hari dengan segala
keadaan. Adakah kau merasakan perasaan yang sama dengan perasaanku saat
ini, Mat? Namun kuyakini bahwa kamu adalah memori tak terlupakan. Terima
kasih cinta dan sayang yang pernah kau titipkan padaku. Biarlah akan
tetap kujaga di sepanjang sisa hayatku.
Namun, aku sadar. Kini, ternyata saat kusedih, masih ada keluargaku yang
selalu menyayangiku. Kini ku akan melupakanmu karena kau dan aku hanya
tinggal kenangan. Dan aku berusaha menjadi yang terbaik dan aku yakin
bahwa aku bisa meraih cita-citaku meski masa lalu yang pernah membuat
semangat hidupku redup. Aku tanpamu, aku yakin aku bisa.
........ THE END ........